MEMUPUK BUDAYA LOKAL : TANAH SAMAWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH


Tanggal Unggah : 06/12/2021 Diunggah Oleh : HUMAS 676

MEMUPUK BUDAYA LOKAL: TANAH SAMAWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH


Hepy Selnita, S.Pd

Guru Sejarah SMAN 1 Plampang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan sejarah yang sangat beragam dengan ditandai adanya simbol bhineka tunggal ika yang memberikan lambang persatuan “berbeda tetapi satu”. Dalam perkembangan era globalisasi maka budaya lokal sebagai perekat kesadaran kedaerahan terutama mengenal sejarah budaya lokal seperti sejarah lahirnya kerajaan sumbawa, wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan sumbawa bahkan tentang masa lalu sumbawa dengan Negara Republik Indonesia di masa itu. Entah mengapa, sejarah itu sangat penting untuk dipelajari oleh generasi muda terutama pelajar sekolah menengah, terutama sejarah dan budaya lokal tanah kelahiran mereka?.

Budaya lokal selain menjadi khasanah pengetahuan budaya dapat menjadi sumber kearifan lokal dalam mengahadapi budaya globalisai yang berkembang. globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan kembali identitas budaya lokal. Maka budaya lokal menjadi sumber kekuatan untuk mengangkat budaya daerah yang begitu kompleks, agar budaya lokal tetap menjadi identitas peserta didik dalam proses pembelajaran sejarah.

“Misalnya sejarah lahirnya Tanah Samawa yang disebut Kabupaten Sumbawa, kelahirannya tidak lepas dari kelahiran Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang merupakan landasan Konstitusional dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. pemerintah di Tanah Samawa menjadi Swapraja Sumbawa yang bernaung di bawah Provinsi Sunda Kecil, sejak saat itu pemerintahan terus mengalami perubahan mencari bentuk yang sesuai dengan perkembangan yang ada sampai dilikuidasinya daerah Pulau Sumbawa pada tanggal 22 Januari 1959. Kelahiran Kabupaten Sumbawa juga tidak lepas pembentukan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Misalnya pada Tahun 1958 PS Kepala Daerah Swatantra Tingkat I NTB menetapkan likuidasi daerah Pulau Sumbawa pada tanggal 22 Januari 1959 dilanjutkan dengan pengangkatan dan pelantikan PS Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa Muhammad Kaharuddin III sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa Oleh karena itu tanggal 22 Januari 1959 dijadikan hari lahirnya Kabupaten Sumbawa.”

Krisisnya pengetahuan pelajar/siswa tentang sejarah budaya lokal menandakan kurangnya kecintaan pelajar itu sendiri terhadap tanah kelahiran mereka. Padahal potensi dan peran budaya merupakan tandingan bagi budaya-budaya yang ada di negeri ini untuk menunjukan betapa besar dan kaya bangsa Indonesia.

Ironisnya, Fenomena ini dengan mudah kita temukan dalam praktik pembelajaran sejarah di sekolah. pelajar menganggap pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran yang sangat membosankan dan tidak menarik membicarakan masa lampau, menghafalkan nama-nama kerajaan. Pelajaran sejarah dianggap tidak penting, pelajaran kuno tidak zamani bahkan tidak dapat memberi harapan masa depan sekalipun.

Menurut Hamdi (2016: 1-3)., Pembelajaran sejarah saat sekarang didominasi oleh kenyataan bahwa peserta didik diharuskan menghafal fakta sejarah, nama-nama konsep seperti yang digunakan dalam sebuah cerita sejarah, menghafal jalan cerita semua peristiwa Masalah yang seperti ini harus menjadi keharusan untuk selalu diperbaiki karna pembelajaran sejarah ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran sejarah.

Sejarah memberikan arah dan padangan nyata, bukan sebagai mitos belaka yang hanya penghubung masa lalu ke masa depan. Memori kita akan merekam jejak dan kejadian masa lampau yang menumbuhkan inisiatif diri akan kesadaran sejarah dan identitas tanah kelahiran kita.

Saat ini pelajar milenial sangat erat dengan teknologi internet dan telah tumbuh semakin kuat dengan kekuatan ponsel pintar, aktivitas media sosial yang memberikan informasi instan. Tentu teknik-teknik belajar dengan cara lebih praktis menjadi salah satu karakter pelajar saat ini seperti diskusi via chatting, berkunjung ke browser, dan menonton tutorial, membuak youtube dan lain sebagainya. Hal ini semakin memberikan pemikiran instan akan pengetahuan sejarah terutama sejarah lokal tanah samawa.

Salah satu cara kedepan untuk membuat sejarah ini menjadi unik dan tidak bosan bagi pelajar menengah ialah dengan mengikuti trend kekinian yang sedang dihadapkan oleh pelajar ialah gemar memotret, instastory, video sebagai cara baru mengantarkan mereka menyukai atau secara tidak langsung rasa ingin tahu mereka (pelajar/siswa) bertambah. Traveling adalah konsep mata pelajaran praktik sebagai bentuk aktualisasi terapan sejarah. Tentu metode ini tidak menghilangkan esensi keilmuan sejarah dengan menjadikan sejarah sebagai mata pelajaran wisata sejarah dan budaya. Tentu membuat pelajaran sejarah semakin  unik dan tidak membosankan  karena selalu adaptif akan pola perkembangan informasi dan kemajuan teknologi yang semakin pesat.

Dalam konteks seperti inilah, upaya menumbuhkan kesadaran sejarah di kalangan generasi milenial harus dilakukan dengan cara dan strategi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Keengganan sebagian dari mereka mempelajari sejarah mungkin disebabkan oleh cara pembelajaran yang kurang tepat baik menyangkut metode maupun media yang digunakan.

Nah, jika menyoroti minat pengetahuan akan sejarah terutama sejarah lokal. Terutama sejarah tanah samawa. Seberapa senang mereka dengan sejarah samawa? Sejauh mana wawasan mereka akan sejarah samawa? Tahukan mereka, pada saat kapan kerajaan samawa berdiri? Siapakah raja samawa yang pertama? Tahukah mereka keberadaan peradaban peninggalan sejarah tanah samawa hingga saati ini?. Dan tahukan budaya apa saja yang masih atau telah punah akan perkembangan globalisasi?.

Hal ini menjadi perhatian kita bersama terutama pengajar (guru) mata pelajaran sejarah sebagai komponen utama yang mengajari sejarah yang harus dibekali dengan wawasan kesejarahan nusantara terutama sejarah lokal tanah samawa. Pemerhati budaya samawa untuk memberikan pengetahuan lebih kepada siswa/pelajar menengah sebagai bekal pemuda samawa mengenal identitas mereka. Selanjutnya Tentu dukungan Pemda kab. Sumbawa dan OPD serta Dewan Perwakilan daerah Sumbawa untuk turut serta memberikan hal yang lebih kepada pelajar/Siswa samawa secara utuh dan menyuruh melalui seminar-seminar, budaya dan kesejarahan samawa dengan program go to school.

Penulis : HEPY SELNITA, S.Pd